Asuransi syariah dibuat berdasarkan prinsip tolong-menolong atau ta’awun. Dalam asuransi syariah, peserta memberikan sebagian dari kontribusi (premi) yang dia bayarkan, dengan akad hibah atau sedekah, untuk menolong para peserta lain, dan juga dirinya sendiri, jika terkena risiko. Di sini, perusahaan asuransi bertindak selaku pengelola yang mendapat upah (ujrah) dari pekerjaannya.
Iuran peserta yang dialokasikan untuk tolong-menolong ini dikumpulkan dalam satu rekening yang disebut Dana Tabarru. Rekening Dana Tabarru merupakan milik kumpulan para peserta, bukan milik perusahaan asuransi. Jika ada peserta yang terkena risiko yang ditanggung dalam perjanjian asuransi, maka dana untuk membantu peserta tsb diambil dari Rekening Dana Tabarru.
Jika dalam satu tahun Rekening Dana Tabarru mengalami surplus (artinya dana yang masuk lebih besar daripada dana yang keluar untuk membayar klaim dan biaya-biaya lain), maka surplus akan dibagikan sebagian ke para peserta yang memenuhi kriteria, sebagian kepada pengelola, dan sebagian lagi ditahan di Rekening Dana Tabarru. Proporsi bagi hasil surplus underwriting ditetapkan dalam polis.
Sebagai contoh, pada produk Mission Syariah Manulife, bagi hasil surplus underwriting adalah 30% untuk peserta yang memenuhi kriteria, 20% untuk Manulife Syariah selaku pengelola, dan 50% untuk Dana Tabarru. Ada pun kriteria peserta yang berhak mendapat bagi hasil surplus underwriting antara lain tidak pernah klaim atau pernah klaim tapi nilainya tidak melebihi jumlah kontribusi yang disetorkan ke Dana Tabarru, dan polis masih aktif pada saat pembagian surplus underwriting.
Namun nilai bagi hasil surplus ini, jika ada, sangatlah kecil dibandingkan kontribusi yang diberikan ke Dana Tabarru, jadi bukan keunggulan yang perlu dibesar-besarkan. Bagaimana pun perlu disadari bahwa asuransi itu proteksi, proteksi itu biaya, dan biaya itu hangus, bukan untuk mengharapkan premi kembali. Apalagi dalam asuransi syariah, biayanya itu sudah diniatkan sebagai hibah/sedekah untuk keperluan tolong-menolong, dan sedekah harus ikhlas, maka lebih-lebih lagi tidak boleh diharapkan kembali.
Bagaimana jika Dana Tabarru kekurangan dana untuk membayar klaim peserta yang kena musibah? Maka perusahaan asuransi akan memberikan pinjaman tanpa bunga (qardh al-hasan) ke rekening Dana Tabarru, yang akan dibayar dari surplus klaim tahun-tahun berikutnya.
Bagaimana kalau tahun-tahun setelahnya tidak juga surplus? Itu berarti nilai kontribusinya lebih rendah dari yang seharusnya, jadi nilai kontribusi (premi) harus dinaikkan. Baik asuransi syariah ataupun konvensional, jika merugi sudah pasti perlu penyesuaian premi.
Terkait prinsip tolong-menolong ini, pernah ada pertanyaan: “Jika saya nunggak premi karena tidak mampu bayar, kenapa polis saya jadi tidak aktif dan ketika terjadi risiko tidak bisa klaim? Katanya tolong-menolong.”
Oke. Perlu dipahami bahwa tolong-menolong itu adalah semua pihak saling menolong, bukan ingin ditolong saja, tapi juga harus menolong. Tindakan menolong harus dilakukan terlebih dahulu. Jika tidak bayar, maka sama dengan tidak menolong. Jika tidak menolong, maka tidak berhak mendapat pertolongan.
Demikian. []
Baca juga:
Untuk konsultasi tentang asuransi syariah maupun produk lainnya dari Manulife, silakan menghubungi saya:
Asep Sopyan (Business Director Manulife)
HP/WA: 082-111-650-732 | Email: asep_sopyan@manulife.co.id | Youtube: