Pajak asuransi dwiguna

Asuransi dwiguna atau endowment merupakan produk asuransi yang memberikan dua manfaat, yaitu proteksi dan tabungan. Manfaat proteksinya seringkali tak seberapa, karena fokusnya ke manfaat tabungan. Unsur tabungan pada asuransi dwiguna memberikan tambahan atau keuntungan yang pasti, dijamin dalam polis. Hal ini menjadikan asuransi dwiguna merupakan alternatif investasi yang sangat aman dan tetap menguntungkan. Dan karena ada proteksi jiwanya, jika pemilik dana meninggal, maka uang asuransi akan otomatis menjadi milik penerima manfaat yang ditunjuk dalam polis tanpa terikat hukum waris dan tidak memerlukan persetujuan dari ahli waris lainnya.

Yang menjadi pertanyaan, benarkah pembayaran manfaat asuransi dwiguna, khususnya pada manfaat keuntungan tabungan, tidak dikenakan pajak?

Hal ini menjadi pertanyaan di kalangan pelaku industri asuransi karena pada UU Cipta Kerja tahun 2020 dan UU HPP (Harmonisasi Peraturan Perpajakan) tahun 2021, asuransi dwiguna tidak disebutkan secara eksplisit sebagai dikecualikan dari objek pajak, namunĀ  anehnya pada bagian penjelasan dari kedua UU tsb, asuransi dwiguna disebutkan secara eksplisit. Sedangkan pada undang-undang sebelumnya (UU 36/2008 ttg PPh), asuransi dwiguna disebutkan secara eksplisit sebagai bukan objek pajak. Hal ini menimbulkan kesan bahwa asuransi dwiguna dihapus dari pengecualian objek pajak.

Misalnya pada UU HPP Pasal 3 Angka 1 Pasal 4 Ayat 3 Huruf e (halaman 40), dinyatakan:

(3) Yang dikecualikan dari objek pajak adalah:

  1. pembayaran dari perusahaan asuransi karena kecelakaan, sakit, atau karena meninggalnya orang yang tertanggung, dan pembayaran asuransi beasiswa;

Di pasal tsb tidak tertera asuransi dwiguna. Namun pada Penjelasan Pasal ini (halaman 153), asuransi dwiguna tertera:

Penggantian atau santunan yang diterima oleh orang pribadi dari perusahaan asuransi sehubungan dengan polis asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa, bukan merupakan objek pajak. Hal ini selaras dengan ketentuan dalam Pasal 9 ayat (1) huruf d, yaitu bahwa premi asuransi yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi untuk kepentingan dirinya tidak boleh dikurangkan dalam penghitungan Penghasilan Kena Pajak.

Oleh karena itu, untuk menghilangkan keraguan tentang status pajak asuransi dwiguna, Menteri Keuangan mengeluarkan PMK No 168 tahun 2023, di mana pada pasal 7a disebutkan:

Penghasilan yang dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), tidak termasuk:
a. pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa;

Dan ketentuan ini juga diaplikasikan dalam formulir SPT tahunan orang pribadi, pada bagian B (Penghasilan Yang Tidak Termasuk Objek Pajak), tertulis di nomor 4: “Klaim asuransi kesehatan, kecelakaan, jiwa, dwiguna, beasiswa.”

pajak asuransi dwiguna

Nah, jadi jelas bahwa manfaat asuransi dwiguna bukan termasuk objek pajak.

Demikian. []


Disclaimer:

Artikel ini bukan ditulis oleh ahli perpajakan. Anda sebaiknya tetap berkonsultasi dengan konsultan pajak atau petugas pajak untuk menentukan langkah terkait asuransi dwiguna yang anda miliki.


 

Untuk konsultasi tentang asuransi, khususnya produk-produk dari Manulife, silakan menghubungi saya:

Asep Sopyan (BD Manulife)

HP/WA: 082-111-650-732 | Email: asep_sopyan@manulife.co.id | Youtube: Asep Sopyan

Atau

Cari Agen Manulife di Kota Anda

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *